Minggu, 29 September 2013

english day 2012







Membangun Budaya Bangsa


Pidato BJ Habibie yang menekankan pentingnya tiga sinergi untuk memajukan bangsa, yakni budaya, agama, dan ilmu pengetahuan, menarik untuk dicermati. Pidato yang disampaikan ketika menerima anugerah penghargaan tertinggi Diaspora Award dari Menko Perekonomian Hatta Rajasa dalam closing ceremony Kongres Diaspora Indonesia II di Jakarta Convention Center (JCC), baru-baru ini memandang penting memajukan budaya selain memajukan agama dan ilmu pengetahuan.
Selama ini untuk menuju kemajuan bangsa, hanya ilmu pengetahuan dan agama yang dipandang penting. Bahkan, ada ungkapan yang mendunia yang kerapkali diucapkan yang terdiri hanya dua, yakni ilmu pengetahuan dan agama. Seringkali dikatakan: ilmu pengetahuan tanpa agama akan buta, dan agama tanpa ilmu pengetahuan akan lumpuh. Dan, baru kali ini ada pengakuan dari seorang tokoh yang juga menyebutkan bahwa budaya itu merupakan salah satu bagian penting.
Memang benar apa yang dikatakan BJ Habibie, budaya itu merupakan bagian yang tak bisa diabaikan. Sebab, jelas-jelas budaya itu adalah bagian yang melekat pada manusia. Tanpa budaya, manusia tidak akan dapat survive.
Peter Berger, seorang sosiolog kontemporer, menyatakan bahwa manusia harus membangun dunianya sendiri agar dapat survive dalam kehidupannya di dunia. Manusia dibedakan dengan makhluk Tuhan lainnya, yang tak memerlukan budaya, yakni: makhluk yang bernama tumbuhan dan hewan. Hanya manusialah yang perlu budaya, yang hidupnya perlu berbudaya.
Jika budaya itu merupakan sesuatu yang dibangun manusia sejak dini, maka budaya itu memerlukan langkah pembiasaan sejak dini pula. Budaya yang terbangun dalam setiap diri manusia sejak dini itu akan menandai kepribadiannya, apakah seseorang mengembangkan pribadi yang baik atau tidak.
Bangsa ini tentu saja membutuhkan pribadi-pribadi yang baik. Itu artinya setiap anak bangsa ini harus membangun budaya yang nantinya berguna bagi dirinya sendiri, orang lain, masyarakat, negara, dan juga seluruh umat manusia di dunia. Budaya itu akan amat menentukan kondisi masyarakat yang dibangun.
Selama ini pembangunan budaya itu hanya dipandang sebagai pelengkap saja. Oleh karena itulah, bangsa yang seharusnya dihuni oleh orang-orang yang berjiwa budaya baik, harus selalu dikhtiarkan. Sebuah bangsa yang anggota masyarakat bangsanya dipenuhi dengan orang-orang yang berjiwa budaya baik, tentu saja akan sangat menentukan kualitas sebuah bangsa. Jangan sampai bangsa ini semakin banyak dihuni oleh orang-orang yang tak punya budaya baik. Jika ini terjadi, tentu saja bangsa sulit untuk mencapai kemajuan bangsa.
Untuk itu, pembangunan budaya, yakni budaya baik, perlu dilakukan secara terencana dan sistemik. Jangan sampai bangsa ini dipenuhi oleh orang-orang yang tak punya budaya baik. Dikatakan demikian, karena sekarang ini, memang terdapat gejala yang semakin menguat ke arah itu. Orang-orang semakin banyak meninggalkan budaya baiknya, lalu melakukan tindakan budaya yang sebetulnya tak dibenarkan oleh anggapan umum dan bahkan dirinya sendiri.
Namun, di tengah bangsa ini, orang-orang yang memiliki kebiasaan melakukan tindakan korup, suap, narkoba, kekerasan dalam berbagai bentuk, dan seterusnya, secara langsung dan tak tersadari terjadi pembangunan budaya yang tak baik. Dan, jika budaya ini mengalami pembiaran terhadap merebaknya budaya tak baik, tentu bangsa ini akan semakin mundur.
Jika menginginkan bangsa kita menjadi bangsa yang maju, kita semua harus berkomitmen untuk membangun budaya baik dalam setiap individu. Budaya baik ini akan dapat dikembangkan dengan baik dalam masyarakat kita, jika terjadi pengelolaan terus-menerus tentang pembangunan budaya ini. Membangun budaya, dengan demikian, bukan sekedar sebagai suatu yang diwariskan oleh leluhur kita. Namun, kita semua harus mengusahakan agar dalam setiap diri individu masyarakat bangsa ini tertanam dan terbina watak budaya bangsa yang baik.
Strategi yang paling jitu adalah adanya kesadaran dan kemauan inklusif untuk membangun budaya baik. Dengan kata lain, dalam setiap individu anggota masyarakat bangsa terdapat self regulation untuk membangun budaya baik itu. Dan, jika masyarakat bangsa kita dipenuhi oleh individu-individu masyarakat bangsa yang berbudaya baik, niscaya bangsa ini akan mengalami kesejahteraan dan kebahagiaan.
Self regulation itu merupakan kesadaran diri penuh setiap individu manusia untuk senantiasa mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik. Dalam tindakan dan aktivitas sehari-hari, lebih mengikuti budaya baik, dan bukan budaya buruk seperti tindakan korupsi dan suap. Artinya, setiap individu manusia di tengah bangsa ini harus sadar diri untuk senantiasa melakukan budaya baik.


Akhir kata, semoga kita semua berpihak pada budaya baik, mengamalkan budaya baik, sehingga bangsa kita akan menjadi baik. Pernyataan BJ Habibie itu sungguh benar, bahwa ilmu pengetahuan, agama, dan budaya itu harus dijadikan sebagai sesuatu yang penting. Jika ilmu pengetahuan dapat membuat kita tak lumpuh, agama membuat kita tahu moral, sedangkan budaya dapat membuat kita menjadi arif bijaksana. Budaya bangsa yang baik itu, harus kita bangun dan kita kembangkan agar bangsa kita ke depan menjadi semakin baik. ***





Oleh Putera Manuaba (dosen Fakultas Ilmu Budaya 
Universitas Airlangga)

12 PILAR PENDIDIKAN BERKARAKTER

12 Pilar Keutamaan menurut Doni Koesoema A adalah sebagai berikut:
1. Penghargaan terhadap tubuh
Penghargaan terhadap tubuh merupakan keutamaan fundamental yang perlu dikembangkan dalam diri setiap orang. Penghargaan terhadap tubuh termasuk di dalamnya kesediaan dan kemampuan individu menjaga dan merawat kesehatan jasmani tiap individu. Kesehatan jasmani merupakan salah satu bagian penting bagi pembentukan keutamaan. Pendidikan karakter mesti memprioritaskan tentang bagaimana individu dapat menjaga tubuhnya satu sama lain, tidak merusaknya, melainkan membuat keberadaan tubuh tumbuh sehat sesuai dengan perkembangan dan pertumbuhan kodratnya. Penghargaan terhadap tubuh merupakan ekspresi diri individu untuk menjadi perawat dan pelindung satu sama lain. Individu mesti menumbuhkan dalam dirinya sendiri keinginan untuk merawat tubuh diri dan orang lain, termasuk pertumbuhan psikologis dan emosionalnya.
2. Transendental
Pengembangan keutamaan transendental, baik itu yang sifatnya religius, keagamaan, maupun yang sublim, seperti kepekaan seni, apresiasi karya-karya manusia yang membangkitkan refleksi serta kemampuan untuk memahami kebesaran yang Illahi merupakan dasar bagi pengembangan pembentukan karakter. Setiap individu dianugerahi kepekaan akan sesuatu yang lembut, halus, yang bekerja secara rohani mendampingi manusia, kepekaan akan sesuatu yang adikodrati. Kepekaan akan yang Kudus, yang transenden, yang baik, yang indah, baik itu dalam diri manusia maupun di alam, merupakan salah satu sarana untuk membentuk individu menjadi pribadi berkeutamaan.
3. Keunggulan akademik
Keunggulan akademik adalah tujuan dasar sebuah lembaga pendidikan. Keunggulan akademik berbeda dengan sekedar lulus ujian. Keunggulan akademik mencakup di dalamnya, cinta akan ilmu, kemampuan berpikir kritis, teguh pada pendirian, serta mau mengubah pendirian itu setelah memiliki pertimbangan dan argumentasi yang matang, memiliki keterbukaan akan pemikiran orang lain, berani terus menerus melakukan evaluasi dan kritik diri, terampil mengomunikasikan gagasan, pemikiran, melalui bahasa yang berlaku dalam ruang lingkup dunia akademik, mengembangkan rasa kepenasaranan intelektual yang menjadi kunci serta pintu pembuka bagi hadirnya ilmu pengetahuan. Dari kecintaan akan ilmu inilah akan tumbuh inovasi, kreasi dan pembaharuan dalam bidang keilmuan.
4. Penguasaan diri
Penguasaan diri merupakan kemampuan individu untuk menguasai emosi dan perasaannya, serta mau menundukkan seluruh dorongan emosi itu pada tujuan yang benar selaras dengan panduan akal budi. Penguasaan diri termasuk di dalamnya kesediaan mengolah emosi dan perasaan, mau menempatkan kecondongan rasa perasaan sesuai dengan konteks dan tujuan yang tepat sebagaimana akal budi membimbingnya. Penguasaan diri termasuk di dalamnya kemampuan individu dalam menempatkan diri, bertindak dan berkata-kata secara bijak dalam ruang dan waktu yang tertentu.
5. Keberanian
Keberanian merupakan keutamaan yang memungkinkan individu mampu melakukan sesuatu dan merelisasikan apa yang dicita-citakannya. Keberanian termasuk di dalamnya kesediaan untuk berkorban demi nilai-nilai yang menjadi prinsip hidupnya, tahan banting, gigih, kerja keras, karena individu tersebut memiliki cita-cita luhur yang ingin dicapai dalam hidupnya. Keberanian merupakan dorongan yang memungkinkan individu mewujudnyatakan dan merealisasikan impiannya.
6. Cinta kebenaran
Cinta akan kebenaran merupakan dasar pembentukan karakter yang baik, bukan sekedar sebagai seorang pembelajar, melainkan juga sebagai manusia. Manusia merindukan kebenaran dan dengan akal budinya manusia berusaha mencari, menemukan dan melaksanakan apa yang diyakini sebagai kebenaran. Prinsip berpegang teguh pada kebenaran mesti diterapkan bagi praksis individu maupun dalam kehidupan bersama. Cinta akan kebenaran yang sejati memungkinkan seseorang itu berani mengorbankan dirinya sendiri demi kebenaran yang diyakininya. Sebab, keteguhan nilai-nilai akan kebenaran inilah yang menentukan identitas manusia sebagai pribadi berkarakter.
7. Terampil
Memiliki berbagai macam kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan, bagi perkembangan individu maupun dalam kerangka pengembangan profesional menjadi syarat utama pengembangan pendidikan karakter yang utuh. Memiliki kemampuan dasar berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan, kompeten dalam bidang yang digeluti merupakan dasar bagi keberhasilan hidup di dalam masyarakat. Melalui kompetensinya ini seorang individu mampu mengubah dunia.
8. Demokratis
Masyarakat global hidup dalam kebersamaan dengan orang lain. Ada kebutuhan untuk saling membutuhkan, bahu membahu satu sama lain. Masyarakat tidak dapat hidup secara tertutup sebab keterhubungan satu sama lain itu merupakan kondisi faktual manusia. Karena itu, setiap individu mesti belajar bagaimana hidup bersama, mengatur tatanan kehidupan secara bersama, sehingga inspirasi dan aspirasi individu dapat tercapai. Demokrasi mengandaikan bahwa individu memiliki otonomi dalam kebersamaan untuk mengatur kehidupannya sehingga individu dapat bertumbuh sehat dalam kebersamaan. Demokrasi termasuk di dalamnya pengembangan dan penumbuhan semangat kebangsaan.
9. Menghargai perbedaan
Perbedaan adalah kodrat manusia. Menghargai perbedaan merupakan sikap fundamental yang mesti ditumbuhkan dalam diri individu. Terlebih dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia, menghargai perbedaan mesti ditumbuhkan dalam diri tiap individu, karena negara kita ini berdiri karena para pendiri bangsa ini menghargai perbedaan, dan dalam perbedaan itu mereka ingin mempersatukan kekuatan dan tenaga dalam membangun bangsa.
10. Tanggung jawab
Tanggungjawab merupakan unsur penting bagi pengembangan pendidikan karakter karena terkait dengan ekspresi kebebasan manusia terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Tanggung jawab ini memiliki tiga dimensi, yaitu tanggungjawab kepada (relasi antara individu dengan orang lain), tanggungjawab bagi (hubungan individu dengan dirinya sendiri), serta tanggungjawab terhadap (hubungan individu terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya di dalam masyarakat).
11. Keadilan
Bersikap adil, serta mau memperjuangkan keadilan adalah sikap dasar pribadi yang memiliki karakter. Keadilan penting untuk diperjuangkan karena manusia memiliki kecenderungan untuk antisosial. Untuk itulah diperlukan komitmen bersama agar masing-masing individu dihargai. Dalam konteks hidup bersama, keadilan menjadi jiwa bagi sebuah tatanan masyarakat yang sehat, manusiawi dan bermartabat. Tanpa keadilan, banyak hak-hak orang lain dilanggar.
12. Integritas moral
Integritas moral merupakan sasaran utama pembentukan individu dalam pendidikan karakter. Integritas moral inilah yang menjadikan masing-masing individu dalam masyarakat yang plural mampu bekerjasama memperjuangkan dan merealisasikan apa yang baik, yang luhur, adil dan bermartabat bagi manusia, apapun perbedaan keyakinan yang mereka miliki. Integritas moral memberikan penghargaan utama terhadap kehidupan, harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan yang bernilai dan berharga apapun keadaan dan kondisinya. Kehadiran individu yang memiliki integritas moral menjadi dasar bagi konstruksi sebuah tatanan masyarakat beradab. Integritas moral muncul jika individu mampu mengambil keputusan melalui proses pertimbangan rasional yang benar, dan melaksanakannya dalam tindakan secara bijak, sesuai dengan konteks ruang dan waktu tertentu. Integritas moral termasuk di dalamnya kemampuan individu untuk membuat kebijakan praktis yang bermakna bagi hidupnya sendiri dan orang lain.

PENDIDIKAN BERKARAKTER

KURIKULUM PENDIDIKAN YANG BERKARAKTER
Abstrak:
Pendidikan karakter adalah Salah satu hal yang sederhana karena kata ‘karakter’ adalah semua pengembangan diri siswa dalam interaksi belajar hingga awal dan berakhirnya proses pengajaran bisa tercapai pembentukan siswa yang berkarakter.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter.
Perubahan kurikulum pendidikan merupakan agenda yang secara rutin berlangsung dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan di negara berkembang.Dewasa ini mengedepankan perlunya membangun karakter bangsa.Hal ini didasarkan pada fakta dan persepsi masyarakat tentang menurunnya kualitas sikap dan moral anak-anak atau generasi muda.Yang diperlukan sekarang adalah kurikulum pendidikan yang berkarakter; dalam arti kurikulum itu sendiri memiliki karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembentukan karakter peserta didik.
Melihat perjalanan sejarah pendidikan dari dekade sebelumnya, para orang tua, secara subyektif, membuat perbandingan antara situasi pendidikan masa kini dengan situasi di mana mereka dulu mengalami pendidikan di sekolah, atas situasi, sikap, perilaku sosial anak-anak, remaja, generasi muda sekarang, sebagian orang tua menilai terjadinya kemerosotan atau degradasi sikap atau nilai-nilai budaya bangsa. Mereka menghendaki adanya sikap dan perilaku anak-anak yang lebih berkarakter, kejujuran, memiliki integritas yang merupakan cerminan budaya bangsa, dan bertindak sopan santun dan ramah tamah dalam pergaulan keseharian. Selain itu diharapkan pula generasi muda tetap memiliki sikap mental dan semangat juang yang menjunjung tinggi etika, moral, dan melaksanakan ajaran agama.
Jika ditarik garis lurus bahwa mereka yang kini menjadi orang dewasa adalah produk pendidikan pada beberapa dekade sebelumnya, maka yang dipertanyakan adalah kurikulum pendidikan di masa sebelumnya itu.
Apa yang dilakukan oleh beberapa orang tua tersebut tidak sepenuhnya salah. Ada baiknya dilakukan “review” menyeluruh terhadap suatu kurikulum pendidikan. Kehendak untuk melakukan peninjauan kurikulum, sesungguhnya, bukan hanya semata-mata atas desakan dan tuntutan para orang tua.Perbaikan kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari kurikulum itu sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara terus-menerus dilakukan peningkatan dengan mengadobsi kebutuhan yang berkembang dalam masyarakat dan kebutuhan peserta didik.Kunci sukses implementasi kurikulum terutama adalah pada pendidik, kelembagaan sekolah, dukungan kebijakan strategis, dan lingkungan pendidikan itu sendiri.
Definisi kurikulum memang sangat beragam, baik dalam arti luas maupun dalam arti sempit.Tetapi untuk tujuan penulisan ini, kiranya perlu dikutip pernyataan Sukmadinata (2004:150) yang mengatakan, kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah.Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan.
Selanjutnya dijelaskan, dalam memahami konsep kurikulum, setidaknya ada tiga pengertian yang harus dipahami, yaitu; (1) kurikulum sebagai substansi atau sebagai suatu rencana belajar; (2) kurikulum sebagai suatu sistem, yaitu sistem kurikulum yang merupakan bagian dari sistem persekolahan dan sistem pendidikan, bahkan sistem masyarakat; (3) kurikulum sebagai suatu bidang studi, yaitu bidang kajian kurikulum, yang merupakan bidang kajian para ahli kurikulum, pendidikan dan pengajaran.
Mengacu pada pendapat tersebut, dapat ditegaskan bahwa kurikulum merupakan rancangan pendidikan, yang berisi serangkaian proses kegiatan belajar siswa. Dengan demikian secara implisit kurikulum memiliki tujuan yaitu tujuan pendidikan.Selain itu juga jelas bahwa banyak faktor yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, yaitu guru, siswa, orang tua, dan lingkungan.
Manajemen persekolahan juga menjadi variabel penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan.Bagaimana iklim sekolah diciptakan, turut berperan dalam mewarnai anak didik.Apakah iklim kebebasan, disiplin, ketertiban, dan kreativitas benar-benar tercipta di lingkungan sekolah.
Pendidikan karakter bukan merupakan hal yang baru sekarang.penanamannilai-nilai sebagai sebuah karakteristik seseorang sudah berlangsung sejak dahulu kala.Akan tetapi, seiring dengan perubahan zaman, agaknya menuntut adanya penanaman kembali nilai-nilai tersebut ke dalam sebuah wadah kegiatan pendidikan di setiap pengajaran.
Penanaman nilai-nilai tersebut dimasukkan (embeded) ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran dengan maksud agar dapat tercapai sebuah karakter yang selama ini semakin memudar. Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Pendidikan Agama: Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil.
Setiap mata palajaran mempunyai nilai-nilai tersendiri yang akan ditanamkan dalam diri anak didik. Hal ini disebabkan oleh adanya keutamaan fokus dari tiap mapel yang tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda-beda.
Distribusi penanaman nilai-nilai utama dalam tiap mata pelajaran dapat dilihat sebagai berikut:
1. Pendidikan Agama:  Nilai utama yang ditanamkan antara lain: religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil.
2. Pendidikan Kewargaan Negara: Nasionalis, patuh pada aturan sosial, demokratis, jujur, mengahargai keragaman, sadar akan hak dan kewajiban diri dan orang lain.
3. Bahasa Indonesia: Berfikir logis, kritis, kreatif dan inovatif, percaya diri, bertanggung jawab, ingin tahu, santun, nasionalis.
4. Ilmu Pengetahuan Sosial: Nasionalis, menghargai keberagaman, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, peduli sosial dan lingkungan, berjiwa wirausaha, jujur, kerja keras.
5. Ilmu Pengetahuan Alam: Ingin tahu, berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, jujur, bergaya hidup sehat, percaya diri, menghargai keberagaman, disiplin, mandiri, bertanggung jawab, peduli lingkungan, cinta ilmu
6. Bahasa Inggris: Menghargai keberagaman, santun, percaya diri, mandiri, bekerja sama, patuh pada aturan sosial
7. Seni Budaya: Menghargai keberagaman, nasionalis, dan menghargai karya orang lain, ingin, jujur, disiplin, demokratis
8. Penjasorkes: Bergaya hidup sehat, kerja keras, disiplin, jujur, percaya diri, mandiri, mengahrgai karya dan prestasi orang lain
9. TIK/Ketrampilan: Berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif, mandiri, bertanggung jawab, dan menghargai karya orang lain.
10. Muatan Lokal: Menghargai kebersamaan, menghargai karya orang lain, nasional, peduli.
Bagaimana kesemuanya diaplikasikan? Setiap nilai utama tersebut dapat dimasukkan ke dalam pembelajaran mulai dari kegiataneksplorasielaborasi, sampai dengan konfirmasi.
Bagian pertama adalah Eksplorasi, antara lain dengan cara:
1. Melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/tema materi yang dipelajari dengan menerapkan prinsip alam terbuka jadi guru dan peserta didik belajar dari aneka sumber (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, berfikir logis, kreatif, kerjasama)
2. Menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran, dan sumber belajar lain (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, kerja keras)
3. Memfasilitasi terjadinya interaksi antarpeserta didik serta antara peserta didik dengan guru, lingkungan, dan sumber belajar lainnya (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, peduli lingkungan)
4. Melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran (contoh nilai yang ditanamkan: rasa percaya diri, mandiri)
5. Memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium, studio, atau lapangan (contoh nilai yang ditanamkan: mandiri, kerjasama, kerja keras)
Bagian kedua adalah Elaborasi, nilai-nilai yang dapat ditanamkan antara lain:
1. Membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu, kreatif, logis)
2. Memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis, saling menghargai, santun)
3. Memberi kesempatan untuk berpikir, menganalisis, menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut (contoh nilai yang ditanamkan: kreatif, percaya diri, kritis)
4. Memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif (contoh nilai yang ditanamkan: kerjasama, saling menghargai, tanggung jawab)
5. Memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, disiplin, kerja keras, menghargai)
6. Memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: jujur, bertanggung jawab, percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
7. Memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan hasil kerja individual maupun kelompok (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
8. Memfasilitasi peserta didik melakukan pameran, turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
9. Memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, saling menghargai, mandiri, kerjasama)
Dan bagian ketiga adalah konfirmasi, nilai-nilainya antara lain:
1. Memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik (contoh nilai yang ditanamkan: saling menghargai, percaya diri, santun, kritis, logis)
2. Memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber (contoh nilai yang ditanamkan: percaya diri, logis, kritis)
3. Memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan (contoh nilai yang ditanamkan: memahami kelebihan dan kekurangan)
4. Memfasilitasi peserta didik untuk lebih jauh/dalam/luas memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap, antara lain dengan guru yang berfungsi sebagai:
 Narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didik yang menghadapi kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, santun);
 Membantu menyelesaikan masalah (contoh nilai yang ditanamkan: peduli);
 Memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi (contoh nilai yang ditanamkan: kritis)
 Memberi informasi untuk bereksplorasi lebih jauh (contoh nilai yang ditanamkan: cinta ilmu); dan
 Memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif (contoh nilai yang ditanamkan: peduli, percaya diri).
Penanaman nilai diatas yang nantinya diharapkan akan  menjadikan peserta didik menjadi lebih berkarakter.
Di masa lalu, dogma atau doktrin negara dilakukan melalui penataran-penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) atau melalui mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP). Pelaksanaan penataran P4 juga menjadi program wajib setiap siswa baru pada jenjang sekolah menengah sampai perguruan tinggi.
Pada semua mata pelajaran, secara implisit termuat tujuan pembelajaran yaitu adanya perubahan kognitif, sikap, dan perilaku pembelajar. Kesemua kegiatan pembelajaran, khususnya untuk mata pelajaran yang terkait langsung dengan pembangunan mental dan moral pembelajar, itu dimaksudkan sebagai usaha untuk membentuk sikap warga negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya bangsa, mempererat persatuan dan kesatuan, menciptakan kesadaran hidup bernegara, dan membangun moral bangsa. Faktanya, setelah berlangsung bertahun-tahun, “produk” penataran P4 itu tidak sesuai dengan yang diharapkan. Penyakit sosial dan penyakit masyarakat masih saja merebak.sudah bukan lagi disebut sebagai kenakalan remaja. Yang terlihat sekarang adalah perilaku tidak jujur, korupsi, kolusi, nepotisme, suap, makelar kasus, bahkan tindakan terorisme, hilangnya sikap kesabaran, pelanggaran norma masyarakat, merosotnya disiplin berlalu-lintas di jalanan, memudarnya rasa malu, meredupnya sikap saling menghargai, dan sebagainya.
Selain itu, yang juga tampak menonjol adalah rendahnya penghargaan terhadap karya sendiri dan atau karya bangsa sendiri.Hal ini diindikasikan dengan tindakan pembajakan produk yang melanggar hak cipta, perilaku mencontek dalam ujian, dan bahkan sikap mengagung-agungkan gelar, telah melunturkan etos belajar, sehingga terjadi pemalsuan ijazah.Apalagi ditambah dengan sikap konsumerisme dan gempuran iklan produk konsumtif yang menyerbu setiap hari melalui berbagai media, kian menunjukkan betapa kita telah kehilangan jati diri dan tidak mempunyai karakter.
Dalam tataran ini, belajar atau sekolah dianggap bukan sebagai kebutuhan, tetapi hanya merupakan wahana memburu status.Sekolah dipandang bukan sebagai wahana sosialisasi dan membangun jiwa merdeka, tetapi dipandang sebagai jembatan menuju “kemewahan”.
Pendidikan berbeda dengan indoktrinasi.Pendidikan lebih bermuatan nilai-nilai kemanusiaan, sedangkan indoktrinasi berkaitan dengan kepentingan politik.Pendidikan bukan untuk menciptakan kemakmuran lahiriah, karena kemakmuran itu hanya merupakan dampak dari pendidikan.
Kurikulum Pendidikan
Pertanyaannya, adakah yang salah dalam kurikulum pendidikan di masa lalu?Apakah kurikulum di masa lalu tidak memuat pendidikan karakter?Apakah kurikulum itu sendiri telah memiliki karakter, sehingga mampu membentuk karakter peserta didik?Sebagaimana diketahui, bahwa suatu kurikulum diterapkan sesuai dengan situasi dan kondisi pada masanya.Kurikulum yang berlaku pada masanya itu dapat dipandang telah memiliki kesesuaian dengan situasi dan kondisi pada waktu itu dan memiliki tujuan-tujuan ideal yang telah dipertimbangkan dengan matang.
Kurikulum pendidikan yang berlaku dalam persekolahan di Indonesia telah mengalami berbagai penyempurnaan, terakhir dengan apa yang disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), yang merupakan implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan).
Implikasi lain dalam KTSP dan diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom adalah desentralisasi pengelolaan pendidikan kepada pemerintah daerah.
Diskusi yang berkembang kemudian adalah kesiapan daerah dalam melaksanakan pengelolaan pendidikan dan mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.Selain itu juga terkait dengan batas-batas kewenangan pemerintah pusat dalam memberikan dukungan pelaksanaan KTSP.
KTSP telah mengatur segala prinsip dan ketentuan-ketentuan pelaksanaanya.Yang sekarang tampak nyata adalah kendala-kendala dalam implementasi, di mana faktor kesiapan guru, ketersediaan sarana, kesiapan siswa, dan dukungan dari orang tua atau masyarakat yang kurang memadai.
Indonesia dikenal sebagai negara dengan jumlah penduduk yang besar. Kondisi ini secara ekonomi menjadi target pasar yang besar pula bagi produk-produk negara lain. Apabila kondisi ini tidak diimbangi dengan perbaikan sektor pendidikan, maka dapat diprediksi situasi yang semakin buruk, yaitu bahwa bangsa dan negara dengan jumlah penduduk yang besar ini hanya akan menjadi target pemasaran produk dan budaya dari luar (asing).
Selama ini masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai bangsa yang gemar mengkonsumsi, tetapi lalai dalam aspek “produksi”.Longgarnya regulasi, kesiapan mental yang mampu memfilter masuknya budaya negatif dari luar, dan tekanan globalisasi atau pasar bebas, semakin memperkeruh situasi ini.
Pandangan tentang apa yang datang dari luar selalu baik, tanpa mempertimbangkan baik dan buruknya, melahirkan ketidakseimbangan peradaban. Atau lebih tepatnya disebut “keterkejutan budaya (cultural shock)”
Kategorisasi era perkembangan teknologi dari era agraris, era industri, dan era teknologi modern, telah nyata dalam kehidupan sebagian masyarakat kita. Contoh paling nyata adalah petani di sawah yang memiliki handphone, hanya sekadar agar tidak disebut “kuno”, atau ketinggalan jaman, tetapi tidak menggunakan handphone itu untuk kepentingan-kepentingan fungsionalnya. Contoh ini hanyalah merupakan salah satu paradok kehidupan yang terkait dengan pendidikan. Masih banyak contoh lain yang dapat diajukan dalam menunjukkan “keterkejutan budaya” sebagai dampak penerapan kurikulum pendidikan persekolahan. Keterombang-ambingnya generasi muda di “persimpangan budaya” memerlukan komitmen kalangan pendidik untuk mampu memberikan rambu-rambu dan sekaligus menanamkan nilai-nilai dan falsafah budaya bangsa sendiri tetap dalam kerangka kehidupan berbangsa dan bernegara.
Membangun Peradaban
Menghadapi tuntutan era globalisasi yang antara lain ditandai dengan adanya persaingan bebas dalam pergaulan dunia, maka pengelolaan pendidikan harus dirancang secara komprehensif dan integratif, direncanakan secara matang, dan mendapat dukungan dari semua pihak. Kurikulum juga harus memiliki keseimbangan dalam hal tujuan-tujuan yang ingin dicapai; tidak saja aspek kognitif dan keterampilan, tetapi juga penting aspek-aspek mental, etika, moral, dan seni.
Trianto (2010:11) mengatakan, perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi, serta seni dan budaya.
Dalam kaitan ini, yang terpenting adalah pencapaian substansi tujuan pendidikan dan proses pendidikan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan. Kurikulum adalah serangkaian proses pembelajaran untuk membentuk siswa yang memiliki integritas dan membangun sikap mandiri dalam rangka menghadapi kehidupan di masa depan. Sikap mental mandiri individual dalam diri siswa, secara kolektif dan kumulatif pada akhirnya akan mampu membentuk sikap mental kemandirian bangsa.
KTSP yang diidealkan sekarang harus dilaksanakan dengan sepenuh hati oleh semua pihak dan dukungan dari pemerintah pusat berupa kebijakan-kebijakan yang benar-benar berorientasi pada pencapaian tujuan-tujuan diterapkannya KTSP. Konsepsi kompetensi dalam kurikulum adalah; (1) kompetensi berkenaan dengan kemampuan siswa melakukan sesuatu dalam berbagai konteks; (2) kompetensi menjelaskan pengalaman belajar yang dilalui siswa untuk menjadi kompeten; (3) kompeten merupakan hasil belajar yang menjelaskan hal-hal dilakukan siswa setelah melalui proses pembelajaran; dan (4) keandalan kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur.
Secara prinsip, kebijakan dan implementasi kurikulum pendidikan persekolahan dimaksudkan untuk membentuk manusia seutuhnya, menyiapkan generasi muda menghadapi kehidupan di masa datang, dan membangun sikap mental bangsa yang mandiri.Pembentukan manusia seutuhnya dan segala atribut yang termasuk di dalamnya, hanya bisa dilaksanakan apabila didukung dengan kesiapan semua pihak dan penyediaan fasilitas yang memadai secara merata.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditegaskan kembali bahwa yang terpenting dalam kurikulum adalah kemampuan suatu kurikulum dalam mengadaptasi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dan menerapkannya dalam proses pendidikan. Konsepsi kompetensi siswa yang diharapkan dari suatu kurikulum yang terutama adalah melakukan sesuatu sesuai konteks dan secara kreatif. Kreativitas manusia sebagai wujud dari pendidikan ini yang kemudian akan menjadi khasanah yang memperkaya budaya dan peradaban bangsa. Isi (content) suatu kurikulum harus merupakan usaha-usaha yang terarah dan terpadu untuk membangun sikap mental bangsa yang memiliki karakter dan mampu membangun peradaban bangsanya sendiri.
Akhirnya, dapat ditarik beberapa poin penting sebagai berikut: (1) Kurikulum pendidikan yang berlaku pada suatu masa sebenarnya telah berusaha mengadopsi semua kebutuhan belajar siswa. Kurikulum pendidikan senantiasa dilakukan penyempurnaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dalam masyarakat dan melestarikan nilai-nilai budaya bangsa. (2) Suatu kurikulum harus dirancang secara komprehensif, integratif, berimbang antara berbagai tujuan pendidikan, dan adaptif serta bervisi kedepan, dan bukan semata-mata karena kepentingan politis. (3) Kompetensi dapat diartikan sebagai kebiasaan berpikir dan bersikap sesuai dengan konteks, dan yang diharapkan dari siswa sebagai hasil pendidikan adalah melakukan sesuatu selain secara kontekstual tetapi juga secara kreatif yang akan memperkaya khasanah budaya bangsa; (4) Diperlukan kesiapan dan dukungan baik dari guru, siswa, orang tua dan masyarakat dan pemerintah dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan dalam sistem persekolahan. (5) Era globalisasi yang ditandai dengan persaingan bebas antar-negara harus diimbangi dengan penerapan kurikulum yang menekankan pentingnya sikap kemandirian bangsa dalam membangun peradaban bangsa sendiri. (*)

Daftar pustaka
1. John Mccain,Mark salter,”Karakter-Karakter yang Menggugah Dunia”Gramedia Pustaka Utama”Jakarta 2009
2. Heri Gunawan, S.Pd.I., M.Ag.” Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi” Alfabeta,Bandung,2011
3. Hamka Abdul Aziz,”Membangun Karakter Bangsa”Pustaka Al Mawardi.Surakarta,2011
4. Supriyoko,Pendidikan Karakter Membangun Peradaban,Samudera Biru, Jakarta2011
5. Sutarjo Adisusilo,”Pembelajaran Nilai Karakter”,Rajagrafindo, Jakarta,2012
6. Yoyon Bahtiar Irianto,Kebijakan Pembaharuan Pendidikan,Rajawali Press,Jakarta,2012

BAHAN AJAR

Penerapakan kurikulum tingkat satuan pendidikan dewasa ini memungkinkan guru untuk mengembangkan atau membuat bahan ajar sendiri karena kurikulum yang berlaku sekarang ini hanya menyediakan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa/peserta didik. Sementara itu, materi pokok dan topic pembelajaran dikembangkan sendiri oleh guru berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar tersebut. Mengapa ini dilakukan? Jawabnya karena guru/sekolah lebih mengetahui keadaan peserta didik mereka. Pemerintah pusat hanya mendiakan panduan untuk mengambangkan KTSP. Hal ini seharusnya dijadikan peluang bagi sekolah, khususnya guru, untuk mengembangkan bahan ajar sendiri.
Tetapi peluang untuk mengembangkan bahan ajar sendiri belum dimanfaatkan oleh guru secara maksimal. Kebanyakan mereka belum melihat profesi sebagai penulis buku sangat menjanjikan. Sesungguhnya ada banyak manfaat yang akan diterima dengan menjadi penulis buku. Menurut James Pennebaker, Profesor Psikologi di Southern Methodist University seperti dikutif dalam Putra (2007: 22) bahwa menuliskan perasaan akan berpengaruh positif bagi kesehatan dan kekebalan tubuh. Manfaat lain yang diperoleh adalah ganjaran angka kredit untuk kenaikan pangkat. Secara social, manfaat yang didapat adalah menjadi terkenal atau dikenal. Terakhir menulis akan memberikan manfaat financial kepada penulis.
Sudah menjadi pengetahuan umum  bahwa salah satu kendala yang sering menghambat para pendidik untuk menyusun buku teks pelajaran adalah minimnya pengetahuan serta wawasan tentang langkah-langkah teknis dan praktis penyusunan bahan ajar yang aplikatif dan mudah dipahami (Prastowo, 2011: 173). Dengan tulisan ini diharapkan dapat memotivasi guru untuk membuat bahan ajar sendiri dan memberikan pengetahuan tentang teknik yang dapat digunakan untuk menulis buku teks berbasis pada silabus, khususnya pelajaran Bahasa Inggris.

PEMBAHASAN
Kunci sukses menulis buku adalah menguasai masalah (topik) yang akan ditulis, mapping of mind, dan membuat outline (Putra, 2007:69). Bagaimana caranya menguasai masalah? Lebih lanjut dijelaskan bahwa agar menguasai masalah dengan baik, maka tetapkan mata ajar yang akan ditulis, dalami topik, gali dan ekspolrasi dengan cara membaca, mengamati dan berdiskusi. Setelah menguasai masalah (topik)nya, langkah berikut mengorganisasikan tema dan menuliskannya hingga selesai. Menurut Prastowo (2011: 49), langkah utama pembuatan bahan ajar terdiri dari tiga tahap penting yang meliputi analisis kebutuhan bahan ajarpenyusunan peta bahan ajar dan pembuatan bahan ajar. Tahap pertama pembuatan bahan ajar, analisis kebutuhan bahan ajar, merupakan tahapan yang memberikan kesempatan untuk meyakinkan diri bahwa apa yang akan ditulis benar-benar dibutuhkan di lapangan dan dapat mengatasi masalah yang ada. Asumsinya adalah bahwa sebelum menulis bahan ajar (buku) sudah ada bahan ajar lain yang serupa, tetapi mengandung banyak kelemahan atau masalah. Harapannya nanti kelemahan yang ada dapat diatasi. Pada tahapan ini dilakukan analisis masalah secara operasional. Untuk dapat membantu mengidentifikasi masalah yanga akan dipecahkan secara konkret dan terukur, coba jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
1.      Siapa yang akan menggunakan buku yang akan ditulis?
2.      Apa yang mereka alami sekarang ini dengan buku yang ada?
3.      Bagaimana dampaknya ditinjau dari berbagai segi seperti motivasi, biaya dan waktu?
4.      Apa yang diharapkan siswa bisa lakukan setelah menggunakan buku yang akan ditulis?
5.      Bagaimana cara mengetahui bahwa pengguna telah mengalami kemajuan?
6.      Deskripsikan apa yang akan terjadi jika masalah itu dibiarkan.
Untuk merespons masalah yang telah diidentifikasi diatas, maka kemukakan pemecahan masalah diatas dan hal-hal istimewa dari bahan ajar yang akan ditulis. Selanjutnya kita akan memasuki tahap berikutnya, yaitu menyusun bahan ajar berbentuk buku teks pelajaran. Langkah-langkah penyusunan bahan ajar berbentuk buku teks pelajaran menurut Prastowo (2011) adalah sebagai berikut:
1.    Menganalisis kurikulum
Salah satu kriteria bahan ajar yang baik adalah kesesuaiannya dengan kurikulum yang berlaku. Dengan demikian, sebelum memulai menulis penulis bahan ajar seyogianya terlebih dahulu mempelajari kurikulum yang berlaku. Analisis kurikulum meliputi kajian terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar. Dari kompetensi dasar kemudian dijabarkan menjadi indicator pencapaian dan materi pokok. Selanjutnya materi pokok yang telah diidentifikasi dipetakan dan disusun. Setelah itu, proses penulisan dimulai.
2.    Menentukan judul buku
Untuk menentukan judul pada umumnya berdasarkan materi pokok. Jadi, jika kita sudah menemukan materi pokok, maka itulah yang kita jadikan judul masing-masing bab dari buku yang kita susun. Sementara judul bukunya disesuaikan dengan mata pelajaran.
3.    Merancang outline buku
Pembuatan kerangka buku membantu kita membuat paragraph yang baik, membangun ide dab menuntun pembaca menelusuri tulisan kita.
4.    Mengumpulkan referensi sebagai bahan penulisan
Referensi yang dikumpulkan hendaknya yang terkini dan relevan dengan bahan kajian. Referensi dapat diambil dari buku, jurnal ilmiah, hasil penelitian, Koran dan lain-lain.
5.    Menulis buku dengan memperhatikan penyajian kalimat yang disesuaikan dengan usia dan pengalaman pembacanya.
Kalimat yang dibuat dalam buku yang sedang kita susun harus memperhatikan tingkat keterbacaan. Panjang kalimat harus mempertimbangkan kemampuan peserta didik.
6.    Mengevaluasi atau mengedit hasil tulisan dengan membaca ulang
Kita perlu membaca ulang atau meminta teman untuk membaca apa telah ditulis dalam rangka memperbaiki kualitas tulisan kita. Jika terdapat kekurangan, maka dapat ditambah atau dikomentari.
Berdasarkan penjelasan diatas, langkah penulisan buku itu tidak terlalu rumit. Bahkan menurut Putra (2007:121) bahwa buku teks pelajaran dapat dikembangkan dari satuan acara perkuliahan (SAP)/silabus. Berikut ini sampel tahapan pengembangan buku berdasarkan dari silabus.
1.        Analisis Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kajian terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi materi pokok pembelajaran. Materi pokok/pembelajaran adalah pokok-pokok maeri yang harus dipelajari siswa sebagai sarana pencapaian kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh siswa. Jika kompetensi dasar dirumuskan dalam bentuk kata kerja, maka materi pokok/ pembelajaran dirumuskan dalam bentuk kata benda, atau kata kerja yang dibendakan. Misalnya jika kompetensi dasar yang harus dicapai “Agar siswa mampu melakukan perhitungan rugi laba”, maka materi pembelajarannya adalah “cara menghitung rugi laba”. Jika kompetensi yang harus dicapai “Agar siswa mampu mendeskripsikan madani”, maka materi pembelajarannya berupa “Masalah-masalah dalam mewujudkan masyarakat madani.”
Berikut ini contoh identifikasi materi pokok dengan menggunakan matrix analisis SK/KD.
Tabel 1
Matrix Analisis SK/KD Mata Pelajaran Bahasa Inggris

Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
Indikator Pencapaian
Materi Pokok
Materi Ajar
Mendengarkan
1. Memahami makna dalam percakapan transaksional dan interpersonal sangat sederhana untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
1.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional (to get things done) dan  interpersonal (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang yang belum/sudah dikenal, memperkenal-kan diri sendiri/orang lain, dan memerintah atau melarang
a.      Diperdengarkan percakapan dengan tindak tutur menyapa orang yang belum/sudah dikenal, peserta didik dapat mengidentifikasi jenis sapaan dengan benar
b.      Menyebutkan ungkapan memperkenalkan diri sendiri/orang lain
c.      Menyebutkan ungkapan perintah atau larangan dengan benar
Greeting







Introduction


Command  & prohibition
-   Formal greeting
-   Informal greeting






Introducing oneself
Introducing people

Command / prohibition

2.        Pemetaan Materi Pokok / Materi Ajar
Berdasarkan matrix analisis SK/KD diatas atau berdasarkan silabus yang sudah dimiliki, maka dapat diidentifikasi materi pokok yang selanjutnya dapat jabarkan lebih detail menjadi materi ajar. Materi pokok/materi ajar tersebut kemudian dipetakan untuk melihat hubungan/keterkaitannya satu dengan yang lainnya. Berdasarkan hasil matrix diatas, dapat dipetekan materi pokok Listening Standar Kompetensi 1, Kompetensi Dasar 1.1 sebagai berikut ini :
  1. Greetings;
  2. Introducing oneself;
  3. Introducing people;
  4. Command; dan
  5. Prohibition.
Materi listening biasanya sama dengan materi speaking dan materi reading sama dengan writing. Materi KD 1 untuk reading dan writing adalah tentang short functional text.

3.        Penyusunan Outline
Berdasarkan materi pokok/materi ajar diatas, disusun kerangka / rancangan buku yang akan ditulis. Untuk dapat menyusun outline buku teks, maka kita perlu mengetahui komponen-komponen buku teks. “Bahan ajar berbentuk buku teks pelajaran terdiri atas lima komponen, yaitu judul, kompetensi dasar, materi pokok, informasi pendukung, latihan dan penilaian” (Andi Prastowo, 2011: 172). Jadi dalam menyusun buku teks pelajaran, kelima komponen utama tersebut harus ada. Berdasarkan hasil pemetaan SK/KD diatas, maka dapat disusun contoh kerangka buku teks pelajaran Bahasa Inggris kelas VII bab I sebagai berikut :
Judul Bab                    : Greeting and introduction
Kompetensi Dasar    : After the lesson, the students are able to express greetings and  
                                       identify general information from the written text
Materi Pokok             : LISTENING & SPEAKING
                                    : 1. Greeting
                                    : 2. Introduction
                                    : READING & WRITING
                                    : Short functional text
                                      (disesuaikan dengan materi listening dan speaking, misalnya Identity card)
Informasi Penunjang : Pronoun dan to be     
Latihan                       : menyebutkan salam
                                    : melafalkan greeting
                                    : menterjemahkan greeting
                                    : mengidentifikasi greeting dalam percakapan
                                    : membaca dialogue
Penilaian                     : -

4.        Penulisan buku
Berdasarkan kerangka buku tersebut diatas, kemudian dikembangkan menjadi buku. Mulailah dengan mencari sumber referensi dari buku, jurnal, pengalaman atau internet tentang segala hal yang berhubungan dengan pembahasan isi buku. Tulislah dari bagian satu sampai bagian terakhir dari struktur buku.
            Beberapa aspek penting yang harus ada  dalam sebuah buku pelajaran dan menjadi perhatian penulis buku pelajaran Bahasa Inggris adalah aspek anatomi buku pelajaran, aspek kegiatan pembelajaran, aspek penyajian pelajaran dan aspek media pembelajaran.
a.      Anatomi buku
Komponen sebuah buku pelajaran antara lain memuat kata pengantar, daftar isi, pembagian pelajaran ke dalam beberapa bab, dan kelengkapan lainnya.
b.      Kompetensi dan Keterampilan yang diberikan
Setiap bab buku harus memuat keempat keterampilan utama berbahasa dan kompetensi pendukung lainnya, seperti fonologi, dialog, grammar, serta linguistic and discourse competence
c.      Penyajian Bahan
Buku pelajaran disajikan secara berurutan dan dan sesuai dengan tingkat kesulitan. Perintah dari tugas atau latihan seyogianya sederhana dan singkat.
d.      Media pendukung pembelajaran
Media pendukung pembelajaran biasanya mencakup bahan audio visual, berbagai ilustrasi dan lay-out buku.

PENUTUP
Menjadi penulis buku teks itu tidak sulit jika kita mengetahui tekniknya. Seorang guru selain mengajar, juga bisa menjadi penulis buku teks pelajaran. Menjadi penulis dapat mendatangkan banyak keuntungan karena disamping untuk mengembangkan diri juga dapat memberikan manfaat yang lain dalam hal karir akademik, popularitas dan juga financial. Singkatnya, menjadi penulis buku merupakan profesi yang sangat menjanjikan sekarang ini. Oleh karena itu, marilah luangkan waktu untuk menulis buku. Pepatah mengatakan bahwa “Verba volant, scripta manent” (apa yang diucapkan berlalu namun ikhwal yang tertulis abadi).


REFERENSI
Alwasilah, A. Chaedir. (2005) Model Buku Pelajaran Bahasa Inggris SMP Kelas VII: Panduan Pengembangan. Depdiknas : Jakarta.

Depdiknas. (2005). Pedoman Pengembangan Buku Pelajaran. Jakarta : Pusat Perbukuan.

Prastowo, Andi, (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif : Menciptakan Metode Pembelajaran yang menarik dan menyenangkan. DIVA Press : Yogyakarta.

Putra, R. Masri Sareb, (2007). How to write your own text book : cara cepat dan asyik membuat buku ajar yang powerful. Kolbu : Bandung

Royan F. M., (2011). Cara Mudah Menulis Buku Best Seller. Masmedia Buana Pustaka: Sidoarjo.